Ada beberapa aspek penunjang yang banyak mempengaruhi kaemajuan sastra Andalus:
Pertama, keindahan Alam raya Andalusia, juga cuaca dan udaranya yang sejuk, tanah serta tamannya yang hijau. Hal ini sangat banyak sekali memberikan pengaruh terhadap peradaban daratan Andalus. Ada sebuah ungkapan menarik ketika Musa ibnu Said diajak oleh teman-temannya untuk meninggalkan tempat ini menuju Magrib. Dia berkata," Bagaimana saya akan meninggalkan daerah ini, sedangkan engkau  mengetahui bahwa tempat ini adalah surga dunia dimana Tuhan telah memberikan kepadanya cuaca yang stabil, air yang jernih, begitu pula orang-orangnya sangat menyejukkan kalbu, bersahabat dengan kelembutan alam, serta kicauan burung-burung yang merdu. Pradaban serta alam yang demikian sangat banyak sekali pengaruhnya terhadap sastra Arab di Andalusia, maka terjadilah perubahan corak sastra yang mana sebelumnya menampilkan sifat-sifat padang pasir yang panas dan keras menjadi sastra yang lembut, penuh dengan ungkapan-ungkapan alam mereka, bukan saja pada syair akan tetapi terjadi juga pada prosa, maka tergabunglah menjadi satu antara kelembutan sastra dengan indahnya bahasa Arab yang tak jarang diungkapkan secara metaphor oleh penyair serta sastrawan Islam.
    Kedua, Matangnya pola pikir Arab. Telah datang silih berganti ke tanah Andalusia berbagai macam bangsa. Pada mulanya diperintah oleh bangsa Yunani, Romawi, kemudian Qûth,dan akhirnya datang bangsa Arab sehingga beradaptasi dan bercampur baur dengan penduduk asli. Dari sanalah muncul genersi baru yang mempunyai sifat kearaban dan pola pikir Aria.
 Ketiga, adanya rasa persaingan dengan timur. Rasa bersaing sedemikianlah yang membuat perkembangan pesat di dalam sastra Andalusia sehingga dapat mempengaruhi keproduktifan penulis-penulis Andalus, juga pesatnya karya-karya sastra. Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa di Andalus ketika itu terdapat tujuh puluh perpustakaan,  terdiri dari empat ratus ribu buku. Banyak diantara ulama Andalus yang pergi ke timur untuk menimba ilmu dan mencari buku, dan sebaliknya ulama timur datang ke Andalus untuk mencari tempat dan penghargaan dari kholifah. Jarak yang jauh antara Bagdad dan Qordoba tidak menjadi penghalang bagi safari mereka dalam mencari dan mendalami ilmu pengetahuan. Tak ayal lagi kalau terjadi persaingan ketat antara barat dan timur pada waktu itu dalam pengkodifikasian karya serta penulisan ilmu pengetahuan, walaupun ada kecendrungan ulama Andalusia dalam mencontoh karya-karya ulama timur. Contohnya  Ibnu Abdi robbih menulis buku berjudul Al Aqdu Al Farîd yang banyak mencontoh Ibnu Qutaybah pada bukunya Uyûnu Al Akhbâr,  Ibnu Bassâm dalam bukunya Al Zakhîrah banyak mengutip dan mencontoh karangan Al Tsaâ'labi dalam bukunya Yatimatu Al Dahri   dan seterusnya. Begitu pula hal nya dengan syair-syair, mereka banyak mentransfer dari timur. Kendati demikian mereka tidak menghilangkan identitas serta cirri-ciri khas kesusutraan mereka sehingga apabila dihadapkan pada hasil-hasil karya Andalusia kita akan melihat corak-corak khusus yang ada pada karya-karya tersebut, menunjukkan bahwa banyak penambahan serta pembaharuan yang dihasilkan oleh ulama-ulama Andalusia terhadap karya timur. Dan akhirnya menimbulkan gaya karya baru setelah karya timur, yaitu Arab Andalusia. Salah satu contohnya adalah Ibnu Abdi Rabbih menampilkan pada Al Aqdu Al Farîd beberapa contoh buah karya Abu Tammâm dan penyair-penyair besar lainnya. Kemudian setelah itu beliau menulis syair, sebagai buah karyanya sendiri dalam judul yang sama. Tak lupa pula ia menerangkan kemampuannya sebagai penyair Andalusia, dan dengan karyanya tersebut memberikan indikasi keahlian serta kelebihanya di antara ulama-ulama yang lain. Keempat, Pengaruh identitas kebudayaan yang lazim di negeri mereka. Walaupun orang-orang Andalusia banyak terpengaruh oleh pola pikir timur, bukan berarti terpengaruh oleh kebudayaan serta filsafat yang cenderung digandrungi oleh timur. Pada zaman-zaman keemasan Anadalusia mereka lebih condong kepada corak peradaban Islam Arab murni. Dan masih menolak filsafat, juga memusuhi orang yang menggeluti hal tersebut, sampai-sampai menuduhnya sebagai Zindiq, maka dari itu  sastra Andalusia tidak mempunyai komposisi filsafat sebagaimana di timur.
Dan rasanya perlu disebutkan bahwa filsafat baru bisa masuk ke Andalus pada abad-abad  terakhir kejayaan Islam. Diantara tokoh-tokohnya adalah Ibnu Bâjah, Ibnu Rusyd, Ibnu Thufail, mereka pun sangat inten dan perhatian terhadap bidang ilmu ini. Akan tetapi kematangan filsafat belum banyak memberi pengaruh yang luas di dalam sastra Andalusia, karena keterlambatan kemunculanya di Andalu.



Sya'ir thobîah adalah syai'r yang menggambarkan keadaan alam secara shômit dan Shôit, hal tersebut timbul  dari perasaan sang penyair melalui khayal serta intuisi sang penyair. Penyair-penyair Arab banyak sekali yang menjadikan alam sebagai inspirator baginya sesuai dengan zaman dimana ia hidup. Penyair Jahili menggambarkan tentang puing-puing dan reruntuhan  istana dan bangunan mereka, padang pasir, hujan dan petir, sebagaimana juga mereka menggambarkan tentang onta, kuda, dll. Dan perlu diingat bahwa lingkungan jahiliah adalah lingkungan nomadenisme badawiyyah
Dan ketika orang-orang Arab hijrah dari lingkungan nomaden ke lingkungan yang maju dan bersifat tetap hadhôroh mualailah mereka mengenal kemewahan dan kemegahan istana, keindahan taman, serta tumbuh-tumbuhan yang menghijau, maka berkembanglah sya'ir thobîah. Salah satu contohnya adalah penyair-penyair Abbasiah, mereka sering sekali memunculkan syair yang mengandung keindahan alam, walaupun tidak sepenuhnya, dan masih memadukannya dengan bentuk-bentuk lain dari sastra, seperti percintaan, pujian, serta khamr.  
Yang penulis sebutkan tadi adalah syai'r thobîah di negeri timur, bagaimana keadaannya dengan syai'r thobîah di negeri Andalus. Telah berkembang pesat bentuk serta corak ini di negeri Andalusia. Tentu saja banyak factor yang mendukung hal tersebut, muingkin dapat kita sebutkan disini.
1. Keindahan alam. Pada muqoddimah makalah ini telah penulis ungkapkan bahwa Andalusia adalah daerah yang indah dan mempesona, hal ini sangat berpengaruh sekali terhadap watak, sikap serta karya-karya sastra, contohnya syair atau puisi. Disamping jiwa penyai'r bangsa tersebut  yang juga menjadi penyebab majunya syai'r thobîah di daerah tersebut.
 2. Kecintaan bangsa tersebut terhadap negeri mereka. Sebagimana kita ketahui jikalau seseorang telah mencintai sesuatu maka akan banyak ungkapan serta ta'bir yang keluar dari perasaanya, betapa tidak bangsa yang mempunyai bahasa Arab kemudian berpadu dengan kecintaannya kepada negerinya. Ibnu Said Al- Andalusi pernah menyebutkan tentang negerinya dalam syai'r-syai'r dan buku sastra karangannya, kemudian membandingkanya dengan negeri timur serta barat lainnya. Kemudian pada kulminasi tulisannya mengatakan,"Sungguh negeri Andalus adalah negeri yang sangat indah. Tak lupa pula kita sebutkan bahwa bentuk-bentuk sastranya banyak menyerupai timur,dan juga sering mengkombinasilan alam dengan perkataan-unik. Sedangkan kombinasi antara alam dan percintaan ghozal, dapat kita temukan pada  syai'rnya Ibnu Zaidun, ketika ia mngirimkan syair kepada kekasihnya di Istana, sedang ia di tempat yang jauh tak seorangpun mengetahuinya. Dimana ia merasa asing setelah mendapatkan tuduhan serta hukuman penjara, yang sangat tidak berdasarkan sekali.



Pada bagian ini penulis akan memberikan beberapa bukti transformasi budaya dan sastra di negeri Andalusia. Sebagai telaah bagi kita, bahwa Andalusia pernah berjaya dengan sastra dan kebudayaan Islam. Pada dasarnya hubungan antara sastra,  budaya sepanyol dan Prancis terjadi pada abad pertengahan, ketika peradaban Prancis selatan mulai menjadi megah dan besar, tepatanya di Provence. Dari sanalah muncul kelompok penyair pengembara Troubadrous salah seorang tokohnya adalah Ruy Diaz de Biver, seorang tokoh perlawanan terhadap masyarakat Islam. Dan memang harus diakui bahwa pada abad pertengahan tersebut, sastra serta peradaban barat mulai terlihat geliatnya. Contohnya saja seorang raja Sepoanyol bernama Al- Fonso mempunyai julukan Al- Âlim., julukan atersebut diberikan karena dia selalu menghunus pedang untuk berperang melawan musuh-musuhnya, namun di lain waktu dia memegang bukunya, mendalami ilmu-ilmu pengetahuan, serta menulis karya-karya sastra.                                            

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PERTANYAAN PERTAMA PADA SUAMI DAN ISTRI (lanjutan kitab uqudulujain)