Pendek kata, misi Islam sebagai bedil adalah melenyapkan segenap ide dan
gagasan kemanusiaan yang bersumber dari hasil olah nalar kreatif tanpa
menyodorkan alternatif apapun. Karena itu, yang mengemuka adalah Islam sebagai
bedil, bukan Islam sebagai badîl.
Saya pernah
membaca buku intelektual dan mantan diplomat Jerman, Murad Hofmann, yang
sebelum masuk Islam bernama Wilfried Hofmann, Der Islam als Alternative.
Edisi Arabnya terbit dengan judul al-Islâm Kabadîl. Badil dalam
bahasa Arab berarti alternatif. Jadi, buku itu menawarkan Islam sebagai
alternatif.
Ketika edisi
Arabnya didiskusikan di Kairo, seorang teman berseloroh: “Buku itu hendak
menawarkan Islam sebagai badîl (alternatif) atau bedil? Sontak, kami
yang mendengar seloroh itu tertawa geli. Namun, rupanya itu bukanlah ia
maksudkan sebuah pertanyaan, tapi sentilan, bahkan kritik tajam terhadap misi
buku itu. Sebab, tak jarang mereka yang terlalu semangat menawarkan Islam
sebagai badil terjebak untuk menjadikannya sebagai bedil.
Gagasan
utama buku Hofmann itu memang sekadar menawarkan Islam sebagai ideologi
alternatif dari pertarugan dua kutub ideologi besar dunia waktu itu:
kapitalisme yang angkuh dan komunisme yang ringkih.
Namun
janganlah lupa, gagasan Islam sebagai alternatif, jika dibubuhi oleh
indoktrinasi dan fanatisme berlebih, bisa juga bersifat sangat angkuh: hanya
sistem Islamlah satu-satunya alternatif dan pilihan. Inilah slogan yang sering
diteriakkan kelompok Ikhwanul Muslimin (IM) dan kalangan Islamis lainnya pada
tiap-tiap pemilu di banyak negara muslim.
Islam adalah
solusi (al-Islâm huwal hall), kata mereka. Dengan
menegaskan (hanya) Islam sebagai solusi, maka tak ada solusi lain selain Islam.
Apapun gagasan dan sistem yang dituding tidak Islami akan dicap sistem kafir (nidzâmul
kufr). Itulah yang sering dituduhkan kelompok Hizbut Tahrir terhadap sistem
demokrasi dalam bernegara. Menurut pemahaman kelompok ini, hanya sistem
khilafah saja satu-satunya solusi yang ditawarkan Islam; sebuah semangat untuk
menjadikan Islam sebagai bedil.
Semangat
seperti itu terasa juga dalam gagasan Islamisasi Ilmu Pengetahuan (IIP).
Proyek ini tidak hanya bertujuan untuk meluruskan kembali aspek-aspek akidah
dan syariah Islam, namun lebih juga mengislamkan segenap produk ilmu
pengetahuan manusia. Setelah melalui proses seleksi “masuk Islam”, pelbagai
jenis pengetahuan itu akan dibubuhi kata Islam. Psikologi akan menjadi
psikologi Islam. Dalam proses islamisasi ilmu pengetahuan itu, bermunculanlah
ilmu-ilmu muallaf (baca: baru masuk Islam) lainnya, seperti sosiologi Islam,
antropologi Islam, dan lain-lain.
Di titik
ini, yang sangat terasa adalah penggunaan kata Islam lebih sebagai label
ketimbang esensinya. Saya ingat, dulu Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia
(ICMI) sempat aktif mengirimkan buku-buku dari spesies yang telah diislamkan
itu ke pesantren-pesantren. Psikologi Islam misalnya, berisi bahasan tentang
aspek kejiwaan manusia yang di setiap babnya sudah dibubuhi ayat-ayat Alquran
ataupun hadis.
Di
sebaliknya, hermeneutika sebagai ilmu yang bukan dari Islam dijadikan sasaran
tembak yang diharamkan. Ia dituding bagian dari ilmu tafsir Bibel, yang tidak
cocok untuk tafsir Alqur’an. Gagasan dan paham sekularisme, pluralisme, dan
liberalisme, belakangan juga diharamkan karena dianggap bukan gugusan pemikiran
yang berasal dari Islam.
Pendek kata,
misi Islam sebagai bedil adalah melenyapkan segenap ide dan gagasan kemanusiaan
yang bersumber dari hasil olah nalar kreatif tanpa menyodorkan alternatif
apapun. Karena itu, yang mengemuka adalah Islam sebagai bedil, bukan Islam
sebagai badîl.
Saat ini,
semangat menjadikan Islam sebagai bedil sesungguhnya terasa lebih kuat dan tambah
nyata. Islam, kini telah dijadikan bedil oleh sekawanan teroris berlabel Islam
demi membunuh pihak yang dianggap musuh Allah dan agama. Amunisi Islam bedil
ini sekarang telah penuh, siap menyalak, dan tinggal menunggu inisiatif
sekawanan teroris untuk menarik pelatuknya. Islam sebagai bedil sudah jadi
ideologi dan aksi.
Tiba-tiba
saya begitu khawatir, jangan-jangan, mereka yang selama ini menjadikan Islam
sebagai bedil itu adalah juga mereka-mereka yang merasa hakulyakin bahwa Islam
adalah satu-satu badîl (alternatif). Oh, Tuhan, janganlah Islam badîl
kau biarkan untuk setali tiga uang dengan Islam bedil!
Komentar